Metrik Employee Experience (EX): Kunci Jaga Produktivitas dan Kesuksesan Perusahaan

Metrik Employee Experience (EX): Kunci Jaga Produktivitas dan Kesuksesan Perusahaan

Banyak perusahaan yang mulai menyadari bahwa pengalaman karyawan atau employee experience (EX) bukan hanya sekadar urusan HR. Lebih dari itu, EX telah menjadi fondasi dari keberhasilan bisnis jangka panjang.

Dunia bisnis mulai mengamini prinsip ini: jika karyawan senang dan memiliki pengalaman positif di tempat kerjanya, mereka pun akan memberikan pengalaman yang baik kepada pelanggan. Ujung-ujungnya akan mendorong revenue yang positif pula bagi perusahaan.

Untuk meningkatkan EX secara berkelanjutan, melakukan survei kepuasan karyawan tiap tahun sepertinya tidak cukup. Survei tahunan ini hanya bisa memberi gambaran tentang masalah di masa lalu, tetapi tidak cukup untuk memprediksi dan mencegah masalah di masa depan.

Inilah saatnya pimpinan perusahaan beralih ke data dan analitik EX dan mulai mengukur metrik yang benar-benar berdampak. Berikut adalah beberapa indikator EX penting yang sering terlewatkan:

1. Perhatikan retensi dan turnover

Karyawan yang merasa nyaman dengan pekerjaannya cenderung akan bertahan lebih lama,angka turnover karyawan pun dapat ditekan. Sayangnya, melihat angka turnover saja tidaklah cukup. Perusahaan perlu tahu siapa yang bertahan dan apa yang membuat mereka tetap bertahan.

Misalnya, bisa saja total turnover rendah tapi yang meninggalkan perusahaan justri talenta terbaik.Itu menjadi pertanda bahaya. Sebaliknya, rendahnya turnover di kalangan karyawan berprestasi menunjukkan EX yang sehat.

Perhatikan juga tingkat keberhasilan 90 hari pertama bagi karyawan baru. Bila banyak yang keluar di masa awal, mungkin ada masalah pada proses rekrutmen, seperti ekspektasi yang tak sejalan dengan realitas atau onboarding yang belum efektif.

Promosi internal juga penting untuk diperhatikan karena karyawan yang merasa punya peluang untuk berkembang cenderung akan lebih betah dan berkontribusi secara maksimal.

2. Lembur bukanlah tanda dedikasi!

Banyak perusahaan yang memiliki budaya lembur sebagai tanda dedikasi, padahal lembur adalah tanda bahwa beban kerja berlebih atau manajemen tugas yang kurang baik.

Sebuah riset menunjukkan bahwa setelah karyawan bekerja lebih dari 50 jam per minggu, produktivitas dan kepuasan kerja mereka justru menurun drastis.

Cobalah untuk memantau jam lembur di level individu maupun tim supaya terlihat di mana sumber ketidakseimbangan kerjanya.

Langkah ini juga membantu HR dan project manager menyesuaikan timeline dan sumber daya dengan lebih baik agar karyawan tidak kelelahan dan akhirnya tidak memutuskan untuk berhenti.

Baca juga: 

Biar Data Bekerja untuk Anda, Ini 7 Langkah Memilih Platform BI yang Tepat

Bagaimana Zoho People Membantu Enterprise Menyederhanakan Operasional HR?

3. Liburan: Kunci penting metrik produktivitas

Biasanya karyawan yang rutin mengambil cuti untuk berlibur justru adalah karyawan yang memiliki kinerja baik. Mengambil cuti artinya mereka percaya bahwa timnya bisa berjalan dengan baik tanpa kehadirannya.

Sebaliknya, jika ada karyawan yang absen berulang dan tidak teratur bisa menjadi pertanda indikator bahwa mereka memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan di tempat kerjanya. Banyak hal yang bisa menyebabkan ini terjadi seperti burnout, lingkungan kerja yang toksik, atau kepemimpinan yang tidak mendukung kinerja mereka.

Jika dibiarkan begitu saja, efeknya bisa menular ke kualitas pelayanan ke pelanggan.

4. Feedback dan pengembangan karier adalah cerminan suara karyawan

Selain survei kepuasan, pertanyaan sederhana dalam survei Employee Net Promoter Score (eNPS) dapat memberikan gambaran kepuasan karyawan di sebuah perusahaan.

Pertanyaan kecil seperti “Seberapa besar kemungkinan kamu merekomendasikan tempat kerja ini kepada temanmu?” dapat menjadi salah satu indikator kebahagiaan kerja mereka.

Jika banyak karyawan menjawab negatif, kemungkinan besar mereka juga tidak akan bertahan lama.

Selain itu, ulasan di platform publik seperti Glassdoor atau Indeed bisa menjadi sumber insight yang jujur.

Meskipun anonim, ulasan tersebut sering kali menunjukkan apa yang benar-benar dirasakan karyawan, termasuk hal-hal yang mungkin tidak muncul dalam survei internal.

5. Teknologi yang tepat adalah fondasi keberhasilan EX

Teknologi yang digunakan karyawan juga turut mendukung pengalaman mereka. Ketika tools yang digunakan tidak intuitif, tidak terintegrasi, atau malah menambah beban kerja, maka frustasi pun meningkat.

Salah satu metrik yang terlihat sederhana tetapi ternyata penting adalah tingkat adopsi software di perusahaan. Jika sistem seperti ERP atau HRIS tidak digunakan secara optimal, bisa jadi kurangnya pelatihan atau fitur-fiturnya tidak sesuai kebutuhan.

Perhatikan juga penggunaan fitur otomatisasi. Misalnya, apakah karyawan mulai memanfaatkan alur kerja otomatis dan mengurangi entri data manual? Jika ya, berarti teknologi tersebut benar-benar mendukung produktivitas dan meningkatkan EX.

Apa Selanjutnya?

Mengukur employee experience hanyalah langkah awal, yang terpenting adalah tindakan nyata setelah data terkumpul.

Ketika karyawan merasa suara mereka didengar dan ada perubahan nyata, maka kepercayaan mereka terhadap perusahaan akan meningkat. Sebaliknya, jika data hanya dikumpulkan tanpa tindak lanjut, program EX justru bisa berdampak buruk karena memunculkan rasa skeptis karyawan terhadap manajemen.

Kesimpulan

EX yang hebat bukanlah sebuah kebetulan, butuh pengukuran yang cermat dan komitmen untuk terus memperbaiki.

Dengan memantau metrik seperti retensi, keseimbangan kerja, ulasan karyawan, dan efektivitas teknologi, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kinerja tinggi dan kesetiaan jangka panjang. Karena pada akhirnya, ketika karyawan tumbuh, bisnis pun ikut bertumbuh.

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Kode bahasa komentar.
Dengan mengirimkan formulir ini, Anda setuju dengan pemrosesan data pribadi sesuai dengan Kebijakan Privasi.

Postingan Terkait