Di antara banyak diskusi tentang peran Artificial Intelligence (AI) di dunia bisnis, topik seputar cybersecurity adalah salah satu yang paling kompleks dan paling penting.
AI membawa banyak keuntungan seperti mendeteksi ancaman lebih cepat, respons otomatis, serta perlindungan sistem yang lebih kuat. Namun, kemampuan yang sama juga menimbulkan kekhawatiran baru yaitu privasi, etika, dan risiko kepatuhan.
Kemudian pertanyaan sederhana muncul, bagaimana bisnis bisa memanfaatkan AI untuk mengatasi serangan yang semakin canggih, tanpa menciptakan ancaman baru dari AI itu sendiri?
Jawabannya tentu berbeda untuk setiap organisasi, tergantung pada ukuran bisnis, regulasi, serta jenis data yang dikelola. Namun satu hal yang pasti, yaitu memahami batasan AI dan memiliki strategi tata kelola yang jelas adalah fondasi utamanya.
AI Sebagai “Early Warning System” yang Lebih Cepat dan Lebih Cerdas
Dengan kemampuannya memproses data lintas departemen dalam jumlah besar, AI bisa mendeteksi pola login yang mencurigakan, aktivitas email yang tidak biasa, hingga perilaku suatu file yang mengindikasikan serangan ransomware.
Karena bekerja tanpa bias dan human error, peringatan yang muncul pun cenderung lebih akurat dan tepat waktu hingga memberi bisnis peluang lebih besar untuk mencegah eskalasi serangan.
Dengan menggunakan AI, tim IT juga bisa bekerja lebih strategis dan tidak hanya mendeteksi ancaman.
Otomatisai membantu mereka mengalokasikan energi pada pekerjaan bernilai tinggi, seperti memprioritaskan kerentanan yang paling mendesak, menyusun rencana respons insiden yang komprehensif, atau bahkan melakukan analisis mendalam untuk memahami pola dan tujuan di balik sebuah serangan.
Tugas-tugas rutin, mulai dari pemantauan kepatuhan hingga pengecekan software usang, dapat diambil alih oleh AI. Tidak hanya menghemat waktu, tetapi juga memastikan tidak ada proses penting yang terlewat.
Karena keunggulannya itulah AI dapat membantu organisasi menjaga kualitas keamanan tanpa membebani kapasitas tim IT.
Baca juga:
AI dalam Akuntansi: Jalan Baru Menuju Layanan Konsultasi Klien yang Lebih Modern
Ketidaksempurnaan AI dan Munculnya Risiko Baru
Meskipun AI menawarkan kecepatan dan kecerdasan dalam mendeteksi ancaman, tetapi implementasinya tetap membutuhkan pengawasan manusia.
Dalam praktiknya, AI bisa menghasilkan false positive yang memicu alarm palsu, atau false negative yang membuat ancaman nyata justru luput terdeteksi. Kedua masalah ini biasanya muncul karena kurangnya data latih, kualitas data yang buruk, atau dataset yang tidak pernah dibersihkan secara berkala.
Bahkan pola operasional yang sepenuhnya normal dapat terbaca sebagai aktivitas mencurigakan jika data yang digunakan tidak lengkap atau tidak terkurasi dengan baik. Alhasil, keputusan AI bisa melenceng dari konteks sebenarnya dan menciptakan kebingungan atau gangguan operasional.
Inilah sebabnya kebersihan dan kualitas data menjadi sangat krusial. Model harus dilatih ulang secara rutin, terutama ketika lanskap ancaman terus berkembang. Bagi perusahaan yang menggunakan AI dari pihak ketiga, penting untuk memahami bagaimana vendor tersebut mengelola data, memitigasi bias, serta menjaga akurasi model yang mereka kembangkan.
Risiko Privasi dan Keamanan yang Melekat pada AI
Selain tantangan teknis, AI juga membawa risiko privasi dan keamanan yang melekat pada cara kerjanya. Karena AI mampu membaca perilaku pengguna, menganalisis aktivitas sistem, dan memindai file, ia secara otomatis bersentuhan dengan data yang sangat sensitif.
AI dalam cybersecurity bisa saja menyimpan informasi pribadi atau rahasia bisnis. Jika tidak dikontrol dengan baik, bisa saja secara tidak sengaja membagikan data ke pihak yang tidak berhak atau memberikan rekomendasi tanpa transparansi proses, fenomena ini sering disebut sebagai black box.
Masalah black box inilah yang membuat tim IT kesulitan menilai bagaimana sebuah keputusan atau insight dihasilkan. Tanpa visibilitas, mereka tak dapat memastikan apakah rekomendasi AI dapat dipercaya atau justru menyesatkan.
Risiko lain yang tak kalah besar adalah kemungkinan manipulasi. Model AI dapat disabotase oleh penyerang, misalnya dengan mengubah input agar AI menghasilkan kesimpulan yang keliru, atau bahkan dengan mencuri data latih untuk membuka akses ke informasi sensitif. Ketika hal ini terjadi, bukan hanya keamanan sistem yang terancam, kepercayaan pengguna dan integritas bisnis pun ikut dipertaruhkan.
Penggunaan AI yang Tidak Lepas dari Campur Tangan Manusia
Mengabaikan teknologi AI tentunya bukan pilihan. Terlebih dengan meningkatnya serangan cyber, terutama phising yang melonjak lebih dari 1.200% sejak kemunculan generative AI.
Namun, menggunakan AI tanpa batasan yang tepat justru bisa menciptakan celah baru. Karena itu, pendekatan yang paling realistis adalah memanfaatkan AI dengan pengaman yang kuat.
Bisnis perlu memastikan bahwa setiap sistem AI diawasi dan diuji secara konsisten. Audit rutin, pencatatan aktivitas pelatihan dan output model, serta penetration testing khusus untuk AI membantu mengidentifikasi kelemahan sebelum menjadi ancaman serius.
Di saat yang sama, pembatasan akses data dan kebijakan tata kelola yang ketat memastikan AI hanya bekerja dengan data yang benar-benar diperlukan.
Untuk menjaga keseimbangan antara kecepatan dan keamanan, pendekatan human-in-the-loop sangat dianjurkan. Dalam model ini, manusia tetap memegang peran penting, yaitu memvalidasi hasil AI, meninjau rekomendasi, dan menyetujui tindakan yang diusulkan sistem. Mungkin tidak secepat otomatisasi penuh, tetapi masih jauh lebih efisien daripada proses manual dan yang terpenting, jauh lebih aman.
Pendekatan seimbang inilah yang memungkinkan perusahaan memanfaatkan kekuatan AI tanpa mengorbankan keandalan dan integritas sistem keamanan mereka.
Penutup: Apakah AI Bisa Menjadi Perisai atau Ancaman?
Meskipun beberapa organisasi mungkin membayangkan masa depan dengan sistem keamanan yang sepenuhnya otomatis, sayangnya kondisi teknologi saat ini menunjukkan bahwa AI tetap memerlukan campur tangan manusia.
Kombinasi antara kemampuan analitik AI dan penilaian kritis manusia adalah cara terbaik untuk menghadapi ancaman yang berkembang pesat, tanpa menciptakan ancaman baru.
Comments