3 Panduan Dalam Membangun Budaya Kerja yang Positif di 2024

Membangun budaya kerja di tahun 2024

Kita semua pernah melihat video menakjubkan tentang gerombolan ikan yang bergerak dan mengalir dalam keselarasan yang sempurna. Ikan-ikan itu berperilaku seolah memilikiotak yang sama.

Hal ini terlihat seperti sesuatu yang memerlukan upaya besar untuk merencanakan dan melaksanakannya. Padahal, hal ini terjadi secara spontan dan setiap ikan punya tujuan yang sama secara intuitif.

Fenomena gerakan kelompok ikan yang padu itu biasa dikenal dengan istilah "Fish Schooling" dan fenomena itu telah menginspirasi banyak bisnis.

Bisnis ingin setiap individu yang ada di dalamnya bekerja sama sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan kelompok, yaitu kemajuan perusahaan.

Jika Fish Schooling digerakkan oleh intuisi tiap ikan, maka dalam konteks bisnis, untuk mencapai tujuan bersama, perlu adanya budaya kerja dan organisasi yang kuat.

Namun, meskipun banyak bisnis menginginkannya, mereka tidak mau, atau tidak tahu bagaimana cara membangun budaya kerja dan berupaya mewujudkannya.

Pembicaraan mengenai budaya kerja dan organisasi kerap hanya terpampang di papan pengumuman, tanpa benar-benar mempengaruhi kenyataan di lapangan.

Blog terkait:

Apa itu budaya kerja?

Banyak teori soal budaya kerja dan organisasi, namun kita dapat menarik benang merah dan mendefinisikan budaya kerja adalah kumpulan kualitas, cara berperilaku, kebiasaan, dan praktik yang menggambarkan sebuah perusahaan.

Budaya ini merupakan hasil gabungan dari misi dan visi perusahaan, serta kebijakan, prosedur, dan harapan perusahaan terhadap perilaku karyawannya.

Ada banyak juga teori yang menjelaskan bagaimana membangun budaya kerja yang efektif. Tentu saja banyak faktor yang mempengaruhinya, mulai dari ukuran perusahaan, visi dan misi, hingga karakter jajaran manajemen tingkat atas.

Kali ini kita akan coba selami beberapa panduan dalam membangun budaya kerja yang akan mengarahkan bisnis Anda ke jalur yang tepat.

3 panduan umum membangun budaya kerja di tahun 2024

1. Pemikiran big-picture

Kawanan ikan yang besar seringkali dimulai dari kelompok ikan yang lebih kecil.

Apa yang bisa kita pelajari dari tim kecil yang membangun startup teknologi yang akhirnya menguasai dunia? Bagaimana mereka bisa melakukan begitu banyak hal dalam waktu yang sangat singkat dengan tenaga kerja yang terbatas?

Segelintir orang ini mengetahui potensi ide besar bisnis mereka. Mereka tahu apa yang mereka kerjakan dapat mengubah lanskap teknologi dan bisnis. Mereka pun tahu bagaimana hal ini akan berdampak pada masyarakat secara luas.

Karena itulah, mereka dapat menjalankan dan mencapai misi perusahaan.

Ada dua catatan penting saat Anda membangun bisnis dengan keterbatasan:

  • Karyawan merasa kontribusinya terhadap perusahaan sangat berarti.
  • Karyawan merasa kontribusi perusahaan terhadap masyarakat sangat berarti.

Di masa lalu, perusahaan mengandalkan rantai komando dan lapisan manajemen untuk menegakkan tujuan dan sasaran mereka secara top-down. Kepemimpinan pun cenderung ke arah micro management.

Namun seiring dengan semakin matangnya lanskap bisnis, banyak perusahaan menyadari bahwa pendorong pertumbuhan bisnis sebenarnya lebih bersifat abstrak, seperti budaya kerja dan big-picture.

Ketika budaya kerja di perusahaan mendorong ide big-picture, karyawan merasa bahwa kontribusi mereka penting, dan mereka menciptakan sesuatu yang bernilai abadi bagi orang lain.

Mereka merasa mempunyai tujuan yang sama. Apa yang mereka lakukan sehari-hari, entah bagaimana caranya, tidak terasa seperti mencoret sesuatu dari daftar tugas, dan lebih seperti mereka terhubung dengan orang lain dan masyarakat luas melalui pekerjaan mereka.

Pemikiran mengenai gambaran besar perlu ditanamkan di setiap tingkatan organisasi.

2. Otonomi

Meskipun pemikiran tentang big picture adalah tentang semangat kolektif, otonomi adalah tentang individu dan rasa sebagai bagian dari sebuah organisasi.

Menjadi organisasi pro-otonomi biasanya berarti beralih dari lingkungan yang berbasis rasa takut ke lingkungan yang berbasis kepercayaan.

Dalam organisasi dengan hierarki yang kaku, para manajer cenderung menurunkan diri mereka menjadi manajer mikro. Akibatnya, semangat kerja karyawan menurun.

Mereka tidak menyadari bahwa potensi dampaknya terhadap organisasi dan produktivitas mereka terganggu akibat terlalu bergantung pada anggota tim mereka.

"Nggak usah pikir pusing, tunggu arahan bos saja!" kira-kira itu yang ada di benak anggota tim.

Alih-alih berpikir besar dan membuat keputusan strategis, manajer justru tersesat dalam hal-hal remeh dan terlalu detail.

Sedangkan bagi karyawan non-manajemen, budaya kerja seperti ini mengikis inisiatif dan keinginan mereka. Karyawan cenderung main aman, asalkan manajer setuju - Asal Bapak Senang.

Sebaliknya, ketika bisnis memercayai karyawannya, mereka akan melihat dan menghargainya.

Budaya kerja yang mandiri ini memupuk kecerdikan, keterampilan memecahkan masalah, dan kemampuan berpikir secara independen.

Karyawan merespons dengan memberi penghargaan kepada perusahaan dengan antusiasme dan energi yang berlimpah. Mereka menjadi proaktif dan tidak lagi ragu untuk mewarnai di luar batas dan memberikan ide-ide segar.

Dalam persaingan bisnis yang makin kompetitif, bisnis tentu juga sadar kalau budaya kerja model seperti ini memiliki risiko. Namun bisnis tentu juga harus menghadapi risiko dengan cara yang disengaja namun terkendali.

Dalam kondisi seperti ini, pemikiran out-of-the-box yang berasal dari otonomi karyawan sangat penting bagi pertumbuhan bisnis.

Baca juga:

3. Jalur pembelajaran

Mungkin ini merupakan prinsip hidup yang berlawanan dengan intuisi bahwa pertumbuhan sering kali bukan tentang fokus pada pertumbuhan diri sendiri melainkan tentang membantu orang lain untuk tumbuh.

Hal ini berlaku, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun bisnis.

Bisnis yang baik adalah bisnis yang tidak hanya memandang karyawannya sebagai aset untuk mendorong pertumbuhan, namun juga memperhatikan perkembangan karyawannya.

Ketika karyawan menyadari bahwa perusahaannya memikirkan jalur pengembangan dan pembelajaran dengan serius, semangat kerja karyawan meningkat secara signifikan. Hal ini membuat mereka lebih terlibat dalam pekerjaan.

Sebagian besar perusahaan menyadari pentingnya inisiatif pengembangan karyawan.

Namun, seperti dalam banyak situasi lainnya, tujuan jangka pendek menjadi fokus utama, dan pembangunan manusia menjadi terpinggirkan. Akibatnya, pertumbuhan dan budaya kerja organisasi akan terganggu dalam jangka panjang.

Tidak cuma soal program pelatihan, karyawan saat ini juga makin tertarik dengan teknologi yang membantu pekerjaan mereka lebih sederhana, seperti menggunakan software produktivitas. Jadi, penting untuk berinvestasi di teknologi tersebut agar kolaborasi dan produktivitas karyawan makin tinggi.

Bisnis yang tidak serius memikirkan perkembangan karyawannya tidak akan menarik talenta berkualitas tinggi.

Manusia saat ini tidak hanya melihat gaji besar, tapi juga keseriusan perusahaannya dalam mengembangkan kemampuan karyawannya.

Sebenarnya, dalam paradigma pasca-industri, career path menjadi lebih cair dari sebelumnya.

Karyawan modern saat ini cenderung mengesampingkan kelanggengan kerja. Mereka paham bahwa kelanggengan adalah sebuah janji yang sulit untuk ditepati mengingat siklus ekonomi sedang naik dan turun. Mereka tidak ingin terikat pada satu perusahaan seumur hidup.

Berikut adalah prinsip kontra-intuitif kedua yang perlu dipertimbangkan:

Saat ini, perusahaan yang fokus untuk menjadikan karyawannya lebih siap kerja sering kali menjadi lebih menarik di mata pekerja dan kandidat baru.

Dengan kata lain, dengan memberi orang keterampilan dalam mengembangkan karirnya, perusahaan justru sering kali lebih mudah mempertahankan talentanya.

Budaya kerja itu penting

Di dunia yang didorong oleh teknologi, di mana perusahaan dapat meniru keunggulan kompetitif satu sama lain lebih cepat dari sebelumnya, hal-hal yang tidak berwujud menjadi pembeda sesungguhnya.

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap budaya kerja perusahaan dapat berdampak besar pada karyawan. Melakukannya dengan benar sangatlah penting.

Lihat sendiri, bisnis saat ini suka menampilkan wajah bahagia dari karyawannya di situs web dan materi promosi mereka.

Tidak sebatas foto, bisnis juga harus memiliki keinginan yang cukup besar untuk merealisasikan emosi dalam foto-foto itu di kehidupan sehari-hari. Bagaimanapun, manusialah yang mendorong kemajuan organisasi.

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Kode bahasa komentar.
Dengan mengirimkan formulir ini, Anda setuju dengan pemrosesan data pribadi sesuai dengan Kebijakan Privasi.

Postingan Terkait